Merekam Rasa Ep 1
Nulis blog kayak gini, selain buat mendapatkan kesadaran diri, sekaligus juga saya gunakan untuk merekam rasa. Episode 1 ini ditulis karena ga sengaja ter-recall waktu kemaren adek pulang kerja trus pamit maen lagi.
Ini salah satu rasa yang ingin saya rekam di fase ini, fase saat saya sudah menjadi emak-emak dan istri. Lemme mbedah rasa apa sih yang saya rasain, rasa yang pengen saya inget supaya bisa memposisikan diri di moment yang sama yang gatau kapan akan terjadi. (njlimet, duh!)
POV Bujang
Saya juga pernah bujang, sebelum menikah juga pernah jomblo, pernah galau, pernah pacaran. Nah, di atara masa masa itu, ada masa ketika teman/pacar itu jadi tempat yang lebih nyaman dari rumah. Tempat yang nerima kita sesuai ekspektasi kita.
Kenapa bisa gitu? Ya karena kita punya kuasa atas seleksi orang yang bisa berada di sekitar kita. Beda sama orang tua maupun keluarga, mau gamau ya itu orang tua kita, begitu sifat dari saudara-saudara kita. Yang bisa diatur ya cuma perasaan kita (how to react istilahnya).
Nah sedangkan temen, dari masa sekolah selama SD sampe minimal SMA lah, ada rentang minimal 12 tahun untuk pilah pilih temen apa yang cocok sama kita. Dari yang murni temen sekolah (bisa sekelas atau sesekolah) sampe temennya temennya temen yang suka jadi satu di tongkrongan.
Kita bisa tuh, seleksi mana yang sefrekuensi sama kita, yang cara nanggepin omong kosong kita bisa nyenengin kita, yang hobinya sama sama kita, sampe temen yang beneran support sama segala usaha kita. Sedangkan yang ga bisa menuhin salah satu atau banyak di antara itu, biasanya masuk ke folder "cukup tau" atau "sekedar kenal".
Itu temen, belum lagi pacar. Pasti seleksinya lebih over lagi. Ga semata mata karena looks. Bisa karena pacar itu tukang traktir, atau hal hal lain yang kita suka atau butuh.
Hal hal tersebut lah, yang kadang ga bisa kita dapetin saat kita di rumah, saat bersama orang tua atau sama sodara. Yang memicu untuk "main ah!". Jadi ga semata-mata karena rumah udah ga nyaman, kadang ya karena ada tempat yang lebih nyaman dan nyenengin. Gitu.
Yang masih bujang, sama ga si perasaan ini yang dirasain? Kalau saya begitu soalnya.
POV Emak²
Sedangkan, saat ini, secara tidak disadari sebagai emak / ibu / istri saya sering merasa kesepian. Dapat digaris bawahi ya, "secara tidak sadar". Mungkin efek dari perempuan itu maunya dingertiin tanpa perlu ngomong. Hasilnya malah ngode-ngode juga ke diri sendiri.
Taunya dari mana? Ya dari perilaku setiap hari dan apa yang dirasakan. Ibu rumah tangga khususnya, berkutat ngurusin rumah dan/atau anak. Sama perabotan (jelas) gada interaksi, ngelap meja ga mungkin mejanya bilang, "makasi udah dilap". Sama anak, ibu tu playin role sebagai server (mau gamau ya). Kita melayani kebutuhannya anak gimana, lagi pengen apa, mandiin, nyuapin, ngajak baca buku (kasarannya begitu).
It's all fun, tapi ada yang kurang. Ya, interaksi dari yang terkasih, bojo. Itulah kenapa, ketika bojo pulang kerja, pinginnya ditemenin aja, diajak ngobrol, ga harus diajak keluar rumah. Dan apalagi, ketika adek/anak udah di usia bisa diajak ngobrol. Makin banyak anggota keluarga yang pingin diajakin untuk stay at home, menghabiskan jatah "I need attention".
Gitu, jadi saat remaja ada rasa pengen main aja dan emak-emak kesepian pengen ditemenin aja saling ga ngerti kondisi masing-masing, ya berantem ujungnya. Dan pinginnya mengingatkan diri sendiri untuk ga usah sok-sokan ngelarang anak keluar sama temennya, biasakan buat ngobrol/bilang kalau emang lagi pengen ditemenin atau butuh bantuan.
Sampe sini, paham ga ya merekam rasa episode bujang dolenan vs emak kesepian? Kalau ada yang perlu dikoreksi, diskusi di komen, yuk!
Komentar
Posting Komentar
thank you very much!! ^^,)